Sinopsis Film

Berlatar di Jepang tepat setelah Perang Dunia II berakhir, negara tersebut berada dalam kondisi “nol” (hancur total). Koichi Shikishima, seorang pilot kamikaze yang gagal menjalankan tugasnya karena ketakutan, pulang dengan membawa trauma berat dan rasa bersalah sebagai penyintas (survivor’s guilt). Saat ia mencoba menata kembali hidupnya bersama seorang wanita dan bayi yatim piatu di tengah puing-puing Tokyo, ancaman purba muncul dari laut. Godzilla, yang bermutasi akibat uji coba nuklir, datang menyerang Jepang yang sudah tidak memiliki pertahanan militer. Kehadiran monster ini menyeret Jepang dari kondisi “nol” menjadi “minus satu.” Tanpa bantuan pemerintah atau militer asing, Shikishima dan sekumpulan veteran perang sipil harus bersatu untuk menghentikan kiamat berjalan tersebut demi masa depan mereka.

Cinematografi : 10/10

aspek visual film ini adalah sebuah mahakarya teknis yang menakjubkan. Memenangkan Piala Oscar untuk Best Visual Effects, sinematografinya berhasil memadukan realisme sejarah dengan teror monster skala raksasa secara mulus. Shot ikonik saat Godzilla mengaktifkan “atomic breath” di Ginza di mana sirip punggungnya menyala satu per satu diikuti ledakan nuklir yang hening namun mematikan, adalah salah satu adegan visual terbaik dalam sejarah sinema modern. Penggunaan sudut pandang low-angle (dari bawah) secara konsisten membuat penonton merasakan betapa kecilnya manusia dan betapa masifnya teror Godzilla. Efek air laut, tekstur kulit monster, hingga detail puing-puing kehancuran ditampilkan dengan presisi yang membuat bulu kuduk berdiri.

Story : 9/10

Naskah film ini membuktikan bahwa film monster bisa memiliki kedalaman emosional yang luar biasa. Alih-alih hanya fokus pada aksi penghancuran, ceritanya berpusat pada trauma manusia dan perjuangan mencari harapan (hope) di tengah keputusasaan. Temanya sangat kuat: kritik terhadap pemerintah yang tidak menghargai nyawa warganya, serta pergeseran mentalitas dari “mati demi negara” menjadi “hidup demi masa depan.” Alurnya disusun rapi, memberikan ruang bagi penonton untuk peduli pada setiap karakter sebelum aksi klimaks dimulai. Babak akhir film ini (Operation Wada Tsumi) menyajikan strategi pertempuran laut yang cerdas, tegang, dan sangat heroik tanpa terasa berlebihan.

Acting : 9/10

Ryunosuke Kamiki (Shikishima) tampil fenomenal ia berhasil menggambarkan penderitaan penderita PTSD teriakannya saat bermimpi buruk atau saat melihat kehancuran terasa begitu menyayat hati. Minami Hamabe (Noriko) memberikan keseimbangan emosional yang kuat sebagai simbol harapan bagi Shikishima. Para pemeran pendukung, seperti kru kapal pembersih ranjau, bukan sekadar tempelan; mereka memiliki karakterisasi yang hidup, humoris, dan hangat. Chemistry mereka membuat penonton benar-benar takut kehilangan mereka saat pertempuran akhir melawan Godzilla terjadi.

Kategori: Movie

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *