Sinopsis Film

Film ini berlatar di masa depan distopia Amerika yang dikuasai oleh rezim totaliter. Setiap tahun, negara mengadakan acara sadis bernama “The Long Walk,” di mana 100 remaja laki-laki dipilih secara acak untuk mengikuti lomba jalan kaki. Aturannya sederhana tapi brutal: mereka harus berjalan tanpa henti dengan kecepatan minimal 4 mil per jam. Jika melambat, mereka mendapat peringatan. Jika mendapat tiga peringatan, mereka akan “dieliminasi” (dibunuh di tempat oleh tentara yang mengawal mereka). Ray Garraty (Cooper Hoffman) adalah salah satu peserta yang harus bertahan fisik dan mental melawan 99 anak lainnya, karena perlombaan hanya berakhir ketika tinggal satu orang yang masih hidup.

Cinematografi : 7/10

Cinematografi film ini berhasil menangkap skala isolasi yang dirasakan para peserta. Penggunaan wide shot yang memperlihatkan jalan aspal membentang tanpa ujung di tengah lanskap pedesaan yang gersang cukup efektif membangun rasa putus asa. Pewarnaannya yang cenderung muted (pucat) dan berdebu mendukung nuansa suram cerita. Namun, visualnya terasa agak repetitif dan kurang variatif. Mengingat 90% film berlatar di jalan raya yang sama, mata penonton mungkin akan merasa sedikit jenuh di pertengahan durasi karena kurangnya dinamika visual atau angle kamera yang eksploratif, meskipun hal ini mungkin disengaja untuk menggambarkan kejemuan yang dirasakan para karakter.

Story : 7/10

Alur cerita The Long Walk memiliki konsep dasar yang sangat mencekam dan setia pada materi sumber karya Stephen King. Ketegangan psikologis tentang “siapa yang akan mati selanjutnya” terjaga dengan baik di babak awal. Namun, alurnya mengalami masalah pacing (tempo) di bagian tengah hingga akhir film. Transisi dari novel yang sangat internal (banyak monolog batin) ke media visual membuat beberapa momen terasa lambat (draggy) atau justru kurang mendalam secara emosional. Ada beberapa subplot interaksi antar karakter yang terasa kurang tuntas digali karena keterbatasan durasi, membuat dampak kematian beberapa karakter pendukung terasa kurang “emosional” dibandingkan novelnya.

Acting : 8/10

Sektor akting adalah kekuatan utama film ini. Cooper Hoffman tampil sangat solid sebagai Ray Garraty, ia berhasil menyalurkan kerentanan seorang remaja biasa yang dipaksa menghadapi situasi luar biasa brutal. Namun, pujian khusus layak diberikan kepada David Jonsson (sebagai McVries), yang mampu menampilkan kompleksitas karakter yang sarkastis namun protektif dengan sangat karismatik. Chemistry antara para aktor muda ini terasa sangat raw dan meyakinkan mereka berhasil membuat penonton percaya bahwa mereka adalah sekumpulan remaja yang ketakutan, lelah, dan perlahan menjadi gila. Akting merekalah yang membuat penonton tetap duduk manis meski alur ceritanya sempat melambat.

Kategori: Movie

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *